Jumat, 07 September 2018

Hujan

Hai blog kesayangan,
Sore ini hujan tepat sebelum magrib. Aku mau cerita, mungkin pada wall blog, pembaca misterius, atau orang yang tidak sengaja mampir. Lagi, tentang hidup selalu tidak ada habisnya untuk dibahas padahal katanya fana.
Tahun lalu kaka meninggalkan dunia karena kecelakaan, siapa yang akan berpikir bahwa orang akan mati dengan tiba tiba. Dalam hidupku, itu adalah kematian pertama yang aku saksikan dengan mata kepala sendiri. Waktu terus berlalu, pikirku semua akan berlansung baik, aku bukan tipe melankolis seperti dia, ibu atau beberapa saudara lainnya, semua seharusnya dapat dilupakan. Namun semuanya salah, makin hari bulan dan tahun kematiannya selalu datang bahkan dengan kenangan-kenangan lainnya, bertubi tubi dan menyakitkan lalu pada akhirnya mungkin harus dituliskan agar terlepas dari pikiran bodoh ini.
Kami tinggal dirumah seluas 250m depannya cukup luas ada pohon mangga, jambu,belimbing, dibelakang ada tempat cuci piring dan kamar mandi, sebelum kesana kalian akan melewati pohon alpukat menjulang tinggi tapi tidak pernah berbuah, pohon pepaya, daun katuk, dan di taman belakang ini adalah tempat aku dan adik bermain. Sedangkan didalam rumah kokoh ini dulunya hanya sebuah papan triplek dan kumpulan kayu yang seiring waktu ditembok lalu dicat dengan warna biru sampai pada akhirnya penuh dengan coretan adik, terdapat tiga kamar didalamnya satu kamar mama, satu kamar perempuan yang sangat luas (karena dua kamar digabung), dan terakhir kamar lelaki. Waktu itu anak mama baru enam, ya banyak hehe sekarang sudah sepuluh!.
Hidup kami baik baik saja tepatnya oleh penglihatan bocah SD, kami makan enak, tidur nyaman, dan punya keluarga yang bahagia, diwaktu tertentu kami diajak ketempat hiburan. Dua kakak selepas SD pesantren, satu kaka selalu rangking satu dikelasnya, cantik dan banyak sekali yang suka padanya walaupun dia harus mati muda, satu kaka cukup menyebalkan terlebih dia lahir dua tahun sebelum aku, satu adik yang selalu menurut, dan beberapa lagi lahir adik - adik lainnya..
Bapak bekerja di perusahaan baik, sampai pada akhirnya memutuskan pensiun dini dan membuka usaha bersama temannya. Bapak membangunkan warung yang begitu luas hampir mirip agen untuk mama. Belum lama membuka usaha, bapak bangkrut ditipu sahabatnya yang tinggal hanya beberapa langkah dari rumah. Hutang bank menumpuk, perselisihan dengan sahabat sendiri membawa kami pada hal gaib katanya sih santet ; entahlah, belatung selalu tiba tiba muncul dilantai rumah, ledakan aneh didalam rumah dan banyak lainnya diluar akal sehat juga kadang kami tertawakan saja.
Pernah dalam beberapa bulan listrik kami dicabut karena tak mampu bayar, makan kami kurang bahkan kadang harus menghutang dulu, tapi percayalah saat itu kami tidak mengeluh kami selalu tertawa dimalam hari ketika tidak ada hiburan akibat mati listrik ada saja obrolan, lawakan, dan tingkah adik yang lucu maklum keluarga besar. Saat itu kaka ujian kelulusan SMP walaupun belajar dalam gelap, dia masih saja lulus terbaik dan masuk SMA favorit. Tapi nasib tidak selalu berpihak pada kebaikan. Rumah dijual, bapak memutuskan kami sekeluarga pindah ke kampung sedang bapak memulai usaha lagi jakarta sendiri. Aku ingat kaka harus pindah ke pesantren biasa dan mengubur angan lain.
Beberapa tahun kemudian bapak masih belum berhasil jadi pengusaha, bahkan terpuruk. Ibu kembali kejakarta dengan adik adik, kakak menetap di kampungnya bapak dan aku dikampung ibu, kami terpisah dan menjalani hidup dengan kepolosan. Aku bahkan tidak tau kalau hidup kami sedang diuji, beberapa kali meminta kiriman uang mama hanya bilang nanti ada rezeki, kupikir aku sudah diabaikan, sampai pada akhirnya kau kembali jakarta kelas 2 SMP dan mengetahui semuanya. Realita hidup ini lambat laun aku pahami, kami mengontrak tepat dibelakang rumah yang dahulu kami tempati, satu gang dengan mantan pembantu kami hehe. Orang- orang yang dulu menghormati bapak kini mengkerdilkannya, bahkan beberapa kali menghina seenaknya, padahal dulunya banyak berutang budi pada bapak. 
Kami tidak ambil pusing, saat itu agama satu satunya pijakan untuk bertahan. Masa SMP sampai SMA kujalani dengan baik. Namun karena ekonomi yang memburuk, dan masa pubertas aku alami emosiku mulai tidak stabil. Aku tidak lagi fokus belajar, merasa dibatasi oleh keadaan dan minder, beberapa kali mencoba membandingkan dengan  teman sekolah yang bisa les diamanpun, datang kesekolah diantar, belajar dengan perut kenyang dan mampu membeli apasaja kebutuhan sekolah. Pada akhirnya kuputuskan untuk part time bekerja, peringkat menurun walau beberapa kali bisa menjuari lomba karya ilmiah. Alhamdulillah aku masih diberi kemudahan dengan lulus peringkat tiga di kelas IPA dalam satu angkatan, dengan bangga mama hadir diwisuda aku dan mama kaget kalau masih bisa mendapat juara karena hal tersebut tidak pernah kami duga dengan kondisi seperti ini.
Sedang waktu itu kaka sering ikut lomba puisi, kerjanya menulis, mengajar dan selalu bersinar dimanapun. Semua orang suka tulisan kaka, cara kaka berbicara, paras kaka, hampir tidak ada cela. Tapi berpisah dari keluarga memutuskan dirinya membuang semua kebahagian semu di tanah orang, kaka pulang setelah lulus kuliah. Memutuskan kerja kantoran disudut kota untuk adiknya, terjerat dunia robot yang mematikan karya.
Sampai saat ini keluarga kami masih dalam perjuangannya, sampai akhirnya kakak meninggalkan kami. Begitu tiba-tiba dan ujian seperti ini ternyata lebih berat dari pada seribu kisah suram. Memiliki banyak keluarga adalah harta paling indah, siapa sangka kehilangan satu seperti kehilangan potongan memori keindahan kami. Kami tidak utuh tanpamu kak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar